Percepatan Pengembangan Pendidikan Kelautan dan Perikanan *

Pengantar 

Indonesia seperti menjadi miniatur dari planet biru, karena sebagian besar wilayahnya merupakan perairan. Wilayah perairan laut Indonesia mencapai 70% dari total luas wilayah negara atau dengan luas perairan mencapai 5,8 juta km2. Indonesia juga memiliki pulau lebih dari 17.000 pulau, dan garis pantai sepanjang 81.000 km atau terpanjang ke empat di dunia setelah Rusia, USA, dan Canada. Dengan posisi geografis Indonesia di antara dua benua, dua samudra, dan transisi garis Wallacea wilayah tropis serta wilayah perairan yang luas, Indonesia mempunyai potensi sumberdaya kelautan yang besar dan beragam. Tidak hanya dari sisi sumberdaya, posisi Indonesia di antara dua samudera dan dua benua tersebut juga sangat strategis secara geopolitik. Karena itu, potensi sektor kemaritiman tersebut perlu dioptimalkan untuk menegakkan kedaulatan bangsa. Apalagi telah disadari bahwa 60% penduduk Indonesia hidup dan tergantung pada sumberdaya dan aktivitas berbasis wilayah pesisir dan laut (Bappenas 2004).

Wilayah pesisir dan laut sesungguhnya memiliki beragam ekosistem yang sangat subur dan kaya sumberdaya hanyati seperti sumberdaya ikan, ekosistem wetlands, mangrove, terumbu karang, dan padang lamun maupun sumberdaya non hayati seperti energi, mineral, dan berbagai peninggalan sejarah. Terdapat sebelas sektor ekonomi kematiman yang dapat dieksplorasi dan dikembangkan, yaitu: (1) perikanan tangkap, (2) perikanan budidaya, (3) industri bioteknologi kelautan, (4) pertambangan dan energi, (5) pariwisata bahari, (6) transportasi laut, (7) industri kelautan, (8) jasa maritim, (9) pengembangan pulau-pulau kecil, (10) potensi sumber daya non konvensional, dan (11) pengembangan sumberdaya manusia (pendidikan, pelatihan, dan penelitian).

Pemanfaatan potensi kelautan masih dihadapkan pada berbagai tantangan diantaranya karena kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia yang terbatas dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan yang masih rendah. Orientasi pembangunan nasional selama ini masih bercokol kuat di wilayah daratan. Di sisi lain, ekosistem pesisir dan laut juga semakin rapuh dan terus terancam oleh berbagai perubahan lingkungan baik lokal maupun global. Di bawah rezim perubahan iklim yang diperkirakan berakibat pada kenaikan permukaan air laut (sea level rise) akan mendorong terjadinya banjir dan instrusi air laut, pengurangan luas daratan yang akan mengancam pemukiman, infrastruktur, dan berbagai livelihood assets di wilayah pesisir. Bahkan diperkirakan sekitar 80% terumbu karang Indonesia akan terancam hilang dalam 30 tahun ke depan karena perubahan iklim tersebut. Rudianto (2010) mengestimasi sekitar 2000 pulau akan hilang dan kawasan-kawasan pertanian produktif akan terendam di masa yang akan datang karena perubahan iklim.

Pembangunan kelautan dan perikanan Indonesia sesungguhnya semakin gencar dilakukan, terutama setelah dibentuknya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sejak tahun 1999. Alokasi anggaran untuk pembangunan perikanan dan kelautan bahkan meningkat fantastis dari hanya Rp 70 miliar sebelum tahun 1999, menjadi lebih dari Rp 2 trilium sejak tahun 2004 dan terus meningkat setelah periode tersebut. Seiring dengan besarnya dukungan secara kelembagaan tersebut, dalam dekade terakhir usaha perikanan, yang menjadi salah satu sektor ekonomi kelautan, juga mengalami perkembangan yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh produksi perikanan yang terus meningkat dengan capaian lebih dari 10 juta ton saat ini (tumbuh mendekatati 10% per tahunnya), dengan pertumbuhan tertinggi pada perikanan budidaya, yaitu mencapai lebih dari 20% per tahun (KKP 2011). Penguatan pembangunan di sektor kelautan dan dan ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat pengguna sumberdaya dan menjawab tuntutan kebutuhan pangan ikani dunia yang terus meningkat. Apalagi FAO (2010) memperkirakan permintaan ikan dunia di masa yang akan datang masih terus meningkat untuk mencukupi kebutuhan nutrisi, khususnya sumber protein dengan kualitas tinggi dan harga terjangkau. Bahkan beberapa proyeksi menunjukkan terdapat kecenderungan permintaan ikan melampaui penyediaanya. Selain itu, FAO Food Outlook 2014, menunjukkan karena pemulihan ekonomi di Amerika Serikat dan Eropa serta pertumbuhan negara-negara kekuatan ekonomi baru telah mendorong pertumbuhan pesat permintaan akan ikan, yang diikuti kenaikan cepat harga ikan. Pertumbuhan konsumsi ikan dunia saat ini telah mencapai sekitar 2% per tahun, dengan rata konsumsi 20 kg per kapita.

Untuk mengelola sektor kemaritiman dibutuhkan para profesional, pendidik, dan peneliti yang memahami dan menguasai kebutuhan, keragaman dan dinamika sektor tersebut. Penguatan pendidikan kemaritiman perlu diperkuat dan dirancang untuk dapat menghasilkan sumberdaya manusia profesional dan mengembangan ilmu dan teknologi berbasis kemaritiman, yang pada akhirnya diharapkan akan memperkuat budaya maritim nusantara. Saat ini Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yang mengembangan program studi di bidang kelautan dan perikanan baru berjumlah 50 Perguruan tinggi dengan level organisasi yang sangat beragam. Pada masing-masing PTN tersebut, bidang kelautan dan perikanan baru sebatas menjadi laboratorium, program studi atau hanya jurusan. Jumlah Fakultas Kelautan dan Perikanan di Indonesia masih sangat terbatas, sehingga untuk memanfaatkan potensi yang ada masih sangat kurang (kekurangan lebib besar pada bidang keteknikan, ekonomi, hukum, dan sosial politik kemaritiman). Tidak hanya pada masalah jumlah, produk pendidikan kelautan dan perikanan juga masih tidak kompetitif. Pada industri pelayaran, misalnya, kebutuhannya lulusan tidak pernah dapat dipenuhi apalagi untuk pelayaran internasional karena pelaut Indonesia tidak atau kurang memiliki berbagai keahlian dan keterampilan (practical skills, onboard experience, and communication skills, and personality). Saat ini, Indonesia hanya mampu menghasilkan kelas ratings atau kelas terendah (tanpa sertifikat) dalam struktur karir kepelautan (81,4% kelas rating dan sisanya officer dari total pelaut Indonesia yang mencapai 41.750 pelaut di pasar industri kepelautan dunia) (McLaughlin 2012). Sementara, BIMCO/ISF (2010) mencatat industri kepelautan dunia kekurangan tenaga officer mencapai 13.000 orang. Karena itu, sebagai negara kepulauan pendidikan kelautan menjadi kebutuhan mendasar untuk dikembangkan.

Kondisi Pendidikan Kelautan dan Perikanan Saat Ini

Pendidikan kelautan dan perikanan telah ada dikembangkan pada 50an perguruan tinggi negeri (selain perguruan tinggi swasta) dengan berbagai level organisiasi pengelolaan terkait bidang ilmu.

Secara organisasi, bidang ilmu kelautan dan perikanan yang telah dikembangkan saat ini tergabung dalam program studi atara lain: (1) Manajemen Sumberdaya Perikanan/Perairan, (2) Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, (3) Budidaya Perikanan, (4) Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan, (5) Sosial Ekonomi Perikanan, (6) Ilmu Kelautan, dan (7) Teknik (Teknik Perkapalan atau nama lainnya). Kajian lainnya tersebar baik pada level laboratorium maupun tema penelitian. Untuk level institut atau universitas yang secara langsung berorientasi kemaritiman dapat dikatakan tidak ada (hanya 1-2).

Walaupun, secara kuantitatif perguruan tinggi negeri di bidang kelautan dan perikanan telah ada, tetapi persebarannya terkonsentrasi di Pulau Jawa. Perguruan-tinggi besar (ex. BHMN yang semuanya ada di Pulau Jawa) hanya sedikit yang mengembangkan bidang kelautan dan perikanan. Selain masalah persebaran, kualitas pendidikan juga sangat timpang antar wilayah.

Pendidikan kelautan dan perikanan memiliki keterkaitan yang kurang kuat dengan industri kemaritiman. Proses dan program pembelajaran cenderung terfokus pada konten (content-based curriculum) daripada kompetensi yang diharapkan (competence-based curriculum), termasuk oleh pengguna lulusan. Bahkan, kemunduran atau kemandekan industri perkapalan (terutama perkapalan tradisional), tidak terlepas dari permasalahan pendidikan, selain masalah dukungan kebijakan, kelembagaan, kelangkaan bahan pembuatan kapal, dan permodalan).

Inovasi dalam pengembangan program pendidikan kelautan dan perikanan sehingga menarik generasi muda untuk mendalaminya masih rendah. Orientasi pendidikan kelautan dan perikanan berbasis kompetensi (yang bersinergi dengan industri) yang diharapkan oleh dunia internasional belum dikembangkan dengan baik. Inovasi tersebut dibutuhkan karena image industri kelautan dan perikanan cenderung kurang baik/negatif (berbahaya, kasar, kotor, keras, dan tidak menyenangkan).

Kegiatan riset di bidang kelautan dan perikanan telah dilakukan baik oleh perguruan tinggi, lembaga penelitian kelautan dan perikanan yang dikelola oleh pemerintah (LIPI, BRKP, BPPT, dan Perguruan Tinggi). Kerjasama penelitian antar berbagai lembaga sangat jarang. Pertukaran kegiatan atau mutasi peneliti antar lembaga sulit/tidak dapat dilakukan. Dewan Kelautan Indonesia, sebagai lembaga kordinasi telah telah ada tetapi kurang terkait dengan kebijakan dan kegiatan pendidikan dan penelitian.

Bidang penelitian kelautan dan perikanan meliputi: (1) perikanan: perikanan tangkap, budidaya, pasca panen dan sosial ekonon perikanan; (2) pariwisata, (3) biotek kelautan dan farmasi, (5) konservasi laut, (6) energi terbarukan, (7) teknik (pantai, perkapalan, dll) serta (8) oseanografi. Penelitian-penelitian kelautan dan perikanan masih terbatas menghasilkan produk siap diproduksi secara masal (hilirisasi riset masih sangat terbatas). Penelitian dasar dan penelitian terapan di bidang kelautan juga masih terbatas dari sisi jumlah.

Penelitian kelautan dan perikanan cenderung membutuhkan biaya yang besar dan dana penelitian serta sarana prasana penelitian masih sangat terbatas. Perguruan tinggi yang mengelola produk kelautan dan perikanan tidak memiliki kapal riset dan hanya mengandalkan kapal komersial. Kapal riset juga jumlahnya sangat terbatas baik dari segi tonase maupun unit, sehingga daya jangkau penelitian terbatas di laut territorial atau bahkan hanya di wilayah perairan pantai.

Kerjasama penelitian dengan negara maju telah dilakukan, tetapi posisi Indonesia masih lemah terkait hak atas kelayaan intelektul. Negara-negara majupun semakin protektif dalam hal iptek kelautan dan perikanan. Sehingga hasil penelitian lebih dinikmati oleh mitra asing memanfaatkannya.

Kompetisi dalam pendidikan dan penelitian kelautan dengan negara lain akan semakin tinggi, seiring dengan terbukanya hubungan antar negara atau antar kawasan dalam penyelenggaraan pendidikan.

Pengembangan Kapasitas SDM Perikanan dan Kelautan, Pendidikan dan Penelitian

Investasi untuk peningkatan kesadaran tentang Indonesia sebagai Negara kepulauan. Sesuai dengan amanat UUD 1945 Pasal 25 “Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.” Peningkatan kesadaran salah satunya melalui program pendidikan dari pendidikan dasar, menengah hingga perguruan tinggi dalam bidang kelautan dan perikanan. Percepatan pengembangan pendidikan kelautan dan perikanan menjadi upaya sistematis untuk peningkatan kesadaran dan upaya pemberdayaan berbagai potensi sumberdaya dan revitalisasi budaya maritim.

Peningkatan jumlah, sebaran, dan status kelembagaaan serta kualitas penyelenggaraan pendidikan kelautan dan perikanan. Pemetaan kompetensi perguruan tinggi dapat menjadi arahan kebijakan pengembangan keilmuan di masing-masing perguruan tinggi/wilayah.

Pengembangan SDM melalui pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi sesuai dengan kebutuhan masyarakat/standar internasional. Pendidikan kemaritiman karena banyak bersentuhan dengan dunia internasional harus memiliki sense, kerangka pengembangan dan berorientasi internasional (internationally-recognised).

Inovasi pendidikan untuk meningkatkan daya saing (pendidikan dan lulusan) melalui penguatan pendidikan berbasis kompetensi. Keterkaitan dunia pendidikan dengan kebutuhan industri kemaritiman perlu diformulasikan dengan berbagai pemangku kepentingan. Karena itu, orientasi pendidikan tinggi kelautan dan perikanan memadukan dengan baik kebutuhan pengembangan keilmuan, teknologi dan kebutuhan pasar.

Penguatan fasilitas dan peralatan, desain kurikulum, metode pembelajaran, tenaga pendidik dan kependidikan yang berkualifikasi, dan suasana akademik yang mendukung untuk menghasilkan lulusan yang sesuai kompetensi.

Pengembangan bidang-bidang ilmu yang meningkatkan daya tarik anak-anak muda dalam pendidikan kelautan. Bidang-bidang ilmu kelautan dan perikanan seperti teknologi informasi kelautan, ekonomika kelautan, hukum dan politik kelautan, manajemen sumberdaya perikanan, aquaculture, budaya maritim dan teknik kelautan, serta pasca panen hasil perikanan dan bioteknologi kelautan perlu diperkuat dalam pengembangan pendidikan kelautan dan perikanan. Upaya pengembangan bidang ilmu tersebut dapat dilakukan pada berbagai level, baik S1, S2, dan S3

Pendidikan dan penelitian kelautan dan perikanan diperkuat dengan konsep dan penyelenggaraan pengelolaan pesisir dan laut terpadu.

Dukungan secara kelembagaan (insentif dan anggaran) untuk penelitian-penelitian dasar dan terapan di bidang kelautan (baik untuk sumberdaya hayati, non hayati, maupun kemasyarakatan). Pendidikan dan penelitian mampu menghasilkan berbagai inovasi (proses maupun produk) maupun jiwa dan praktek kewirausahaan (enterpreneuship).

Peningkatan sarana prasarana pendidikan dan penelitian kelautan termasuk diantaranya kapal riset dan berbagai simulator untuk kegiatan pendidikan dan pelatihan.

Memperkuat dan merevitalisasi atau recreating budaya maritime melalui pendidikan dan budaya industri maritime melalui penguatan kapasitas industri kemaritan.

*) Suadi, Lab. Sosial Ekonomi Perikanan UGM (dipersiapkan untuk bahan Buku Putih UGM Pembangunan Maritim Indonesia (Oktober 2014).